Dalam sebuah riwayat dikabarkan bahwa Nabi s.a.w bersabda,
sering kali ketika mendengar referensi kalam mulia tersebut, kita mengasumsikan bahwa istilah "mempelajari Al-qur'an" adalah sebatas membacanya semata. Meskipun hal ini tidaklah salah, namun mungkin kurang lengkap.
karena sejatinya mempelajari Al-qur'an semestinya tidak hanya mempelajari makhorijal huruf nya saja. tidak semata kemudian kita musti berlomba lomba dalam kefasihan memcaba tektualitas ayatnya semata. yang notabene ini adalah kegiatan yang bersifat lahiriah.
dalam kitab Ihya' Ulumuddin karya Imam Al-Ghozali, sempat disinggung bahwa al-Qur'an ini lapisan atau dimensinya tidak hanya berkutat pada dimensi lahiriah saja, melainkan juga ada dimensi bathiniah yang sering kali terlupa oleh kebanyakan orang tentang keberadaan dan urgensinya. pendapat beliau r.a kemudian dikuatkan dengan kutipan beliau akan suatu riwayat yang menyatakan bahwa Rosululloh s.a.w pernah membaca bismillah hingga 20 kali hanya untuk mendapatkan siratan makna tersembunyi yang ada dalam kalimah Bismillah.
Dengan kata lain, Imam Ghozali hendak menunjukkan kepada kita bahwa kalimah mulia dari setiap untaian Al-Qu'an itu memiliki dimensi yang sepatutnya digali lebih dalam oleh para kaum muslimin.
melalui tulisan ini, setidaknya kami ingin mencatatkan bahwa dimensi bathiniah atau spiritual ini juga merupakan bagian dari ungkapan Baginda Nabi s.a.w di atas, yakni disebut dengan "Belajar Al-Qur'an".
lantas berikutnya, apakah semua muslimin bisa memperoleh pemahaman yang mendalam dari Al-qur'an, ataukah hanya muslimin tertentu yang sudah menguasai berbagai macam disiplin ilmu?
maka menurut hemat dan praktis kami, sebagaimana yang telah kami alami bersama para salikin lainnya yang juga sama sama haus akan realitas al-Haqq. Semua orang muslim sangat berpotensi untuk mendapat petunjuk atau menyibak realitas cahaya al-qur'an yang mendalam. Iya betul, semuanya. termasuk anda yang secara sirr digerakkan oleh Alloh s.w.t untuk membaca coretan ini.
tentu, kita semua tidak melewatkan Pembukaan Al-Qur'an setelah Surah Al-Fatihah.
Jumhur Ulama sepakat menyatakan bahwa huruf muqoto'ah yang mengawali suatu surat, salah satu tujuannya adalah untuk menarik perhatian pembacanya. baru kemudian penegasan maksud suatu firman dimunculkan pada ayat berikutnya.
kembali pada pembahasan sebelumnya, bahwa kita semua berhak untuk mendapatkan kedalaman makna dari setiap ayat yang ada di dalam al-Qur'an. Salah satu dasar selain dari praktikum kami adalah Q.S Al-Baqoroh ayat ke-2 tersebut. dengan sangat jelas Alloh s.w.t menyatakan bahwa "ini" (Al-Qur'an) adalah ketetapan yang tiada keraguan sama sekali di dalamnya. yang sekaligus menjadi petunjuk bagi setiap orang yang bertakwa.
sebelum beranjak untuk menyadari kalimat "ketetapan yang tiada keraguan" (ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ) , ada baiknya kita coba pahami "adanya/sumber dari keraguan" itu sebenarnya adalah ketidak sesuaian maksud hati dengan panca indrawi maupun pikiran. contoh dalam sebuah perjalanan, kita akan mengalami keraguan menentukan arah ketika hati kita berkata belok kanan, namun pikiran mengasumsikan harus belok kiri. sedangkan mata justru memandang kondisi 'depan' lebih nyaman untuk hendak dilewati.
ketidak sesuaian dimensi bathin dan lahir akan menimbulkan keraguan ataupun kegalauan. Demikian juga kitab yang mulia ini, dikatakan sebagai "laa roiba" tidak ada keraguan sedikitpun, karena ia memiliki makna lahir dan bathin yang tepat dan serasi. bahkan ketika dikonsumsi oleh pihak lain, yaitu manusia. maka makna bathin yang terkandung dalam setiap ayat al-qur'an pasti akan dibenarkan oleh bathiniahnya manusia. sekalipun secara akal manusia ada beberapa yang mencoba memanipulasi makna maupun enggan percaya.
kepercayaan di tataran persepsi maupun manipulasi makna, ini tetap tidak akan mampu membohongi lingkup bathin atau spirit yang terkandung dalam diri masing masing manusia. sehingga ketika suatu ketika persepsi manusia yang cenderung dipengaruhi oleh indrawi menemukan keselarasan makna lahiriah al-qur'an dengan berbagai pembuktian fisik, maka mau ataupun tidak harus mengakui ketepatan / laa-roiba nya al-Qur'an tersebut.
Artinya, kita semua berpotensi luas untuk memasuki relung relung rahasia bathin setiap ayat al-Qur'an. Setiap kita juga tentu tidak bisa disalahkan apabila menyakan bahwa cakupan Sabda Mulia Rosululloh s.a.w itu pun juga meliputi "Pembelajaran akan Makna - Makna Spiritual dari Al-Qur'an"
Pertanyaan Berikutnya, Bagaimana Cara Kita untuk menyelami Dimensi Spiritual Al-Qur'an ??